Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2021

Perihalmu, Rinjani. (36)

Aku memang tak bisa meminta dirimu untuk mencintaiku. Tapi aku bisa meminta pada diriku sendiri untuk mencintaimu sampai kapanpun. . 19.27

Perihalmu, Rinjani. (35)

Pada akhirnya, akan ada dua takdir dalam hidupku. Takdir yang pertama, aku akan memilikimu sepenuhnya. Dan takdir yang kedua, aku akan melupakanmu selamanya. Kuharap, tuhan menghadiahkanku takdir yang pertama dalam hidupku. . -

Hakikat Hati

Pada dasarnya, hati diciptakan untuk dipatahkan dengan kekecewaan. Lalu kembali utuh dan pulih dengan saling berdampingan. Tetapi, bekasnya tak hanya hilang begitu saja, melainkan bercorak kekal bagaikan sayatan pisau tajam ditangan. . 20.52

Perihalmu, Rinjani. (34)

Kalau kupikir-pikir, tak disangka bahwa kamu akan menjadi daftar orang yang pernah aku cintai dalam hidupku. Dan kalau dipikir-pikir dalam daftar hidupku, mungkin hanya kamu seorang yang mampu benar-benar menciptakan rasa yang nyata dalam diriku. . 19.13

Perihalmu, Rinjani. (33)

Pada akhirnya, hati ini diciptakan untuk mencintaimu, dan ditakdirkan untuk kau patahkan lebih dulu. Urusan memilikimu, masih terlalu awal untuk bersatu. Dan untuk endingnya, biarlah menjadi skenario Tuhan dalam menciptakan perjalanan kisah ku yang berjudul "aku mencintaimu". Bagaimanapun juga, apapun akhirnya, itulah yang terbaik untuk serpihan hidupku. Yang terpenting, aku mencintaimu dan berusaha ingin memilikimu, Rinjani. .

Perihalmu, Rinjani. (32)

Aku tak tahu akan berbuah apa nantinya jikalau aku mencintaimu, Rinjani. Berbuah kekecewaan tiada henti? Berbuah cerita perjuanganku yang tak pernah engkau anggap lebih? Atau, berbuah penyesalan suatu hari nanti? Ah, sudahlah. Aku tak perduli akan berbuah apa nantinya, yang penting sekarang aku masih bisa merasakan rasa ini, dan kalaupun kamu ditakdirkan oleh tuhan untuk menjadi orang yang akan mematahkan hatiku, aku siap Rinjani. Aku siap kamu patahkan, aku siap kamu lemparkan, aku siap kamu jatuhkan. Aku siap akan itu semua, yang terpenting, sekarang aku masih diberi nikmat oleh tuhan untuk mencitaimu, Rinjani. Itu saja sudah bersyukur.. . 21.27

Perihalmu, Rinjani. (31)

Inginku menculikmu, membawamu ke negeri dongeng yang tak diketahui siapapun dan hanya ada kita berdua. Dan menghabiskan sisa hidupmu bersamaku. Lalu kita berdua menjelajah dan bertualang bersama dalam negeri dongeng ciptaanku itu yang akan menjadi milik kita berdua nantinya.  Aku merindumu, Rinjani. . 0.3

Harapan

Untuk apa harapan dipupuk hingga melebat, jika yang berbuah hanyalah kekecewaa n yang menyakitkan. . . 0.23

Perihalmu, Rinjani. (30)

Rinjani, Aku senang, ternyata dirimu bisa dengan perlahan memasuki duniaku. Dan kamu Rinjani, sudah terlalu rapat memenjarakan hatiku pada duniamu. Dengan begitu, aku juga harus menyandera hatimu lalu memenjarakannya dalam duniaku. Kamu tahu mengapa aku begitu, Rinjani? Aku begitu untuk membuktikan, bahwa kedua hati kita tak patut untuk saling dikurung rapat-rapat, melainkan agar hati kita dapat dibebaskan lalu menyatu dalam duniamu dan duniaku yang akan menjadi "Dunia Kita" . . . ~selamat pagi, Rinjani.

Perihalmu, Rinjani. (29)

Ketika kita mencintai, maka kita harus siap terluka oleh orang yang kita cintai. Dan kamu Rinjani, aku sudah siap untuk kau lukai. Maka aku akan berdiri lagi untuk ke sekian kali, lalu kembali mengejarmu sampai kumiliki. . 0.2

Ternyata Ada

Ternyata, aku sedikit bodoh dalam menilainya. Membenci masa lalu seseorang memanglah menutup mata untuk melihat kebaikan nyata seseorang. Sehari bersamanya memanglah sebuah keterpaksaan bagiku, tapi hal itu membuka mataku untuk melihat yang sudah lama tak kulihat seperti dulu. Ku kira, tak ada lagi sisi seperti itu dalam dirinya, ternyata masih ada. Meskipun diriku sulit untuk menerima ketulusannya, tapi tak menutup kemungkinan bahwa sisi baiknya tak sedikit pula. Semoga esok atau lusa, diriku bisa sepenuhnya memaafkan ia... . 1.5

Perihalmu, Rinjani. (28)

Sialan, lagi-lagi aku harus menahan rindu selama 68 jam untuk akhirnya bertemu denganmu, Rinjani... 

Hanya bumi.

Ingin rasanya meninggalkan semua. Semua rasa dendam, semua rasa benci, semua rasa keterpurukan, semua orang, dan seisi bumi ini. Bumi ini kian hari rasanya terlalu fana. Seandainya aku bisa berpindah planet, aku ingin ke planet dengan luasnya lautan membiru, lalu aku bersahabat dengan makhluk asing yang hanya kenal kasih sayang, rasanya menyenangkan. Menyenangkan karena mengukir perjalanan baru di planet biru tanpa rasa dendam ataupun keterpurukan lainnya. Tapi Kalau aku meninggalkan bumi, maka tak ada lagi mimpiku yang besar. Ah, sepertinya ini hanyalah kekeliruan. Bagaimana mungkin aku bisa meninggalkan surga nusantara di belahan planet yang kejam ini? Tempatku berpijak tentunya. Bumi itu baik dan indah. Tetapi hanya bumi saja, tidak dengan penghuninya. .

Letih

Untuk kali ini, rasa takut, marah, benci kembali mengalahkan diriku. Seolah-olah seluruh sel tubuhku, tak lagi memiliki arahan. Diri ini takut dengan mimpi yang kubuat sendiri, takut gagal dan menjadi manusia yang menyerah. Diri ini marah dengan apa yang terjadi hari ini, marah pada sosial yang tak berpihak. Dan yang terakhir, diri ini benci dengan seseorang yang berpengaruh dalam kehidupanku, benci dengan apasaja yang dia lakukan. Tidak, ini bukan benci, ini hanyalah perasaan yang tak dapat memaafkan masa lalu. Rasanya, diri ini rumit, letih. Tapi aku sadar, dalam hidup, yang namanya letih bukanlah suatu yang salah.   Yang salah  itu ketika letih, dan tak mau berjalan lagi. Untuk kali ini, peneman terbaik dalam hidup hanyalah diri sendiri, diri sendiri yang memotivasi, diri sendiri yang merangkul, dan diri sendirilah yang menyambut dan memikul. Setidaknya, dengan jari diri sendiri inilah aku bisa menulis ini sembari melampiaskan segumpal rasa pada tulisan ini. Sekali lagi, di...

Perihalmu, Rinjani. (27)

Setelah aku mengetahui tentangmu yang ingin ku ketahui, akhirnya aku menyimpulkan. Aku menyimpulkan, bahwa untuk memilikimu aku hanya butuh waktu dan usaha, dan tak luput dari do'a. Karena aku yakin, kamu tak akan menjadi orang yang hanya meninggalkan bekas di cerita ini, melainkan kamu akan menjadi orang yang abadi dalam cerita ini. Dan tentunya, kamu akan menjadi bagian dari cerita hidupku nanti, sampai mimpiku berakhir. Selamat tidur, Rinjani... . 0.5

Senja

Kamu tau? Kenapa  senja selalu menyenangkan?. Kadang dia hitam kelam. Kadang juga dia merah merekah. Tapi langit, selalu menerima senja apa adanya. . ~Sore & jo

Pesan Rahasia Untukmu, Rinjani. (1:1)

Kenapa kau tak membalas pesan rahasiaku, Rinjani? Padahal, aku sudah menyiapkan jawaban jikalau kau menyahut maksud pesan rahasia itu. Ah kesalnya. Tapi tak apa, untuk lain hari, semoga keberuntungan datang kepadaku. Selamat siang, Rinjani. . 13.8

Pesan Rahasia Untukmu, Rinjani. (1)

Beberapa harapan, tak sepatutnya berharap selalu menjadi kenyataan. Berharap kelak kau dapat menjadi milikku, itu salah satunya. Tetapi perihal mengharapkan, lebih baik mendoakan. Iya, mendoakan agar 'aku' dan 'kamu' dapat menjadi 'kita' di masa depan.

Memandang

Kata orang, yang membuat sesuatu hal menjadi lebih berat dijalani itu bukanlah permasalahan dalam hal tersebut. Melainkan cara kita memandang. Jika kita memandangnya dengan keluh kesah ataupun dengan pemikiran berat, maka hal itu akan terasa sulit untuk kita jalani. Dan sebaliknya, jika kita memandangnya dengan sesuatu harapan yang gemilang, maka akan terasa mudah untuk kita jalani. . 0.1

Mauku

Ingin menulis, tapi tak pandai mengarang. Ingin bermusik, tapi tak pandai memainkannya. Ingin bertualang, tapi profesi tak mendukung. Lagi-lagi, kenyataan dan keinginan tak bersahabat. Ditambah lagi, kondisi kini kian tak mendukung. Mungkin, untuk saat ini, ketiga hal itu hanyalah sebatas angan-anganku saja. Tapi, di masa depanku nanti, aku akan merutinitaskan ketiga hal tersebut. Menulis bagaikan dunia fantasiku. Bermusik bagaikan lantunan hidupku. Dan bertualang nusantara bagaikan ruang gerakku. Tentunya, bersamamu, Rinjani. ...