Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2020

Penghujung.

Kita tahu, semua orang tak ingin hal buruk terjadi. Tapi, justru hal buruk itulah yang membuat kedewasaan tumbuh perlahan. Sama halnya di tahun ini. Begitu banyak sekali kejutan-kejutan. Banyak sekali cobaan-cobaan. Dan parahnya lagi, banyak sekali tangisan-tangisan yang menguras air mata. Bagiku, ditahun ini adalah hal yang banyak mengucapkan do'a. Entah do'a untuk diri sendiri ataupun orang lain. Terlebih lagi, ditahun ini mengajarkan kita bahwa diluar sana banyak orang yang masih memiliki semangat juang tinggi untuk hidup, meskipun keadaan tak pernah mempermudah juang mereka. Ditambah lagi, tahun ini banyak menguji pikiran, mental, dan kesosialan. Kita dituntut untuk berpisah, meskipun sementara tetapi kehampaan dalam diri masih sangat amat terasa. Ditambah perasaan kekhawatiran akan sesama semakin melekat. Salam hangat...  . 1.33

Perihalmu, Rinjani. (11)

Rinjani, aku tak tahu apakah perasaanmu menjauh, atau perasaanmu mendekat. Dan aku juga tak tahu siapa didalam hatimu. Ah, sepertinya tak perlu aku tahu. Jikalau aku tahu dan ternyata kenyataannya tak seingin yg aku inginkan, maka berhentilah aku tuk mengejarmu. Yah, lebih baik aku tak tahu dan lanjut menyambung semangat perasaanku terhadapmu. Meskipun itu masih abu-abu. Tapi aku tetap berusaha keras, Rinjani... . 2.27

Tak usah dibaca

Memang yaa... Kepergok oleh orang tua ketika sedang berbicara terhadap diri sendiri itu memang memalukan sekaligus menyebalkan. Takut di anggap gila nantinya. 

Perihalmu, Rinjani. (10)

Katanya, ucapan adalah do'a. Jikalau aku sering mengucap "aku dan kamu adalah masa depan" Akankah ucapan itu akan menjadi doa yang dikabulkan oleh tuhan? Semoga iya.

Perihalmu, Rinjani. (9)

Rinjani, apakah kamu ingat? Selepas hujan waktu itu? Aku yang tipikal pluviophile sedang menikmati aroma hujan di teras, dan tiba-tiba kamu yang keluar dari kelas memecahkan konsentrasiku waktu itu. Ya, pandanganku terarahkan padamu. Waktu itu, kamu membuat perahu kertas yang siap di lepas layarkan di selokan depanku. Lalu, aku menghampirimu dan bertanya. Tentunya bertanya apa yang kamu lakukan.  Setelah kamu menjawab, entah kenapa aku yang orangnya tipikal cuek terhadap sesuatu tiba tiba begitu peduli dengan apa yang kamu lakukan. Meskipun hanya melayarkan perahu kertas yang tak urung basah itu.  Entah kenapa tiba tiba tubuhku mengikutimu dan sama-sama memperhatikan perahu kertas itu. Aku dan kamu berhadapan dan berseberangan, diiringi perahu kertas yang terus hanyut mengikuti arus selokan. Ditambah suasana selepas hujan yang selalu aku suka, ditambah pula sedikit obrolan mungil kita berdua, aroma tanah yang menghiasi suasana nan dingin, membuat peristiwa itu membekas di hati...

Perihalmu, Rinjani. (8)

Sayangnya, sari-sari otakku lambat berproses terhadap perasaan. Khususnya terhadapmu. Makanya baru menyadari~ Tapi, ketika aku mulai menyadari hal ini. Banyak hal yang ingin aku lakukan terhadapmu. Mungkin seperti kecanduan melihatmu sembari menutup wajahku dan menatap matamu dari sela-sela jariku. Yah... Tentunya agar hal itu tak ketahuan olehmu. Lalu, jika ada waktu satu atap seperti dulu, mungkin hal yang aku lakukan adalah memperbanyak senyumku terhadapmu agar kamu  luluh dan jatuh hati kepadaku <3. Ahayyyy. Rasanya mau muntah!!! Tapi itu seriuss hoy!  ...

Perihalmu, Rinjani. (7)

Ya, pertemuan yang akan berbeda dari sebelumnya. Dulu, kita hampir setengah hari selalu berada satu atap, satu penglihatan, suasana yang sama, dan terkadang satu obrolan yang sama. Disetiap hari berada satu atap yang sama, tetapi, tak menyadari bahwa diriku terselip rasa terhadapmu. Ketika berelasi, yah aku rasa tampaknya sedikit biasa saja. Tapi mengapa di tahap tahap waktu akhir baru ku sadari rasa ini? OhhhGosshhhh!!!!...  . . ~

Perihalmu, Rinjani. (6)

Ah, rasanya kesal, menyesal dan segeram-geramnya mengingatnya. Iya, mengingatmu. Bagaimana tak kesal? Disaat aku sadar bahwa rasa ini tumbuh dan aku mulai memperhatikanmu, justru keadaan menciptakan jarak yang jauh antara kita. Sehingga memaksaku untuk menunda pertemuan yang terasa akan berbeda dari sebelumnya ...  . 0.23

Serpihan Kecil.

Awal Desember, sepertinya tidak berpihak kepadaku. Yang terbekas awal Desember ini adalah bahwa kenyamanan itu sulit didapat. Entah itu rumah bagaikan goa yang senyap, maupun rumah bagaikan danau tak punya ikan... Seperti kehilangan yang ada walaupun wujudnya jelas didepan mata. Jelas-jelas waktu lalu, aku merasa semua ada. Tapi entah mengapa sekarang aku merasa semua kandas. Padahal,,, aku hanyalah seorang remaja yang hanya mempunyai mimpi damai. Tapi, aku sadar... Aku sadar bahwa damai itu bukanlah sebuah mimpi, melainkan damai itu hanyalah serpihan kecil dari perjalanan hidup setelah pertengkaran. . 2.47

Tak Sayang

Rasanya, pertengkaran tak pandang usia. Dulu aku pikir semakin dewasa semakin harmonis. Ah, sepertinya tidak. Tak pandang usia, tak pandang siapa, dan tak pandang mengapa bahwa pertengkaran bisa saja terjadi. Terlebih lagi, ketika melihat dua insan orang yang disayang meledak emosi tatkala saling melempar kata-kata yg menyayat hati. Ingin ku berbuat banyak rasanya. Tapi apalah daya aku hanya orang yang tak tahu apa-apa bagi mereka. Ah, sesulit ini ternyata mencapai sebuah keharmonisan.  . 21.18